Breaking News
Loading...
12 Sept 2012

Info Post





Sebenarnya, sebelum penemuan logaritma, orang telah lebih dulu menggunakan
gagasan yang mendasari penelitian ilmu logaritma yaitu prosthaphaeresis, perubahan proses
pembagian dan perkalian kepada penambahan dan pengurangan. Orang pertama yang
memulai gagasan ini adalah Ibnu Yunus As-Sadafi al-Misri (950-1009) yang sezaman dengan
tokoh optik dan geometri, al-Haytsam atau al-Hazen (965-1039), karena penemuannya
terhadap hukum yang kemudian dikenal sebagai “Hukum Ibnu Yunus”, yaitu 2.cos x. cos y =
cos (x + y) + cos (x y). Aturan serupa juga digunakan oleh Viéte, Werner, Pitiscus, dan
Tycho Brahe. Lalu bagaimana Logaritma ditemukan ?


Logaritma ditemukan di awal tahun 1600 oleh John Napier (1550-1617) dan Joost
Bürgi (1552-1632), walaupun banyak yang mengatakan Napier adalah perintis yang
sebenarnya.

Napier sendiri menghabiskan waktu sekitar 20 tahun sebelum menemukan ide
logaritma tersebut dengan menerbitkan karyanya, Descriptio (lengkapnya Minifici
Logarithmorum Canonis Descriptio) tahun 1614.

Bürgi di lain pihak, mempublikasikan Progress-Tabulen (lengkapnya Arithmetische und geometrische Progress-Tabulen) tahun 1620, walaupun penemuannya itu berasal dari tahun 1588. Hal ini diketahui melalui sebuah surat dari seorang astronom Reimanus Ursus Dithmarus yang menjelaskan tentang metode Bürgi dalam menyederhanakan perhitungan matematis lewat penggunaan cara yang kini disebut logaritma.

Walaupun demikian, pada prinsipnya kedua logaritma yang mereka temukan sama, yang berbeda hanya pendekatannya. Bila Napier lewat pendekatan aljabar, maka Bürgi menggunakan pendekatan geometris.

Sementara ide pekerjaan Napier dapat dijelaskan secara sederhana. Untuk membuat
setiap suku pada deret geometri menjadi sangat dekat, kita tentunya memilih bilangan yang
mendekati satu. Napier memilih bilangan 1 – 10–7 (atau 0,9999999), sehingga tiap suku
adalah (1 – 10–7 )L.

Kemudian untuk mendapatkan nilai desimal, setiap suku ia kalikan dengan 107 . Nah, jika N = 107 (1 – 10–7 )L maka L disebutnya sebagai logaritma dari bilangan N.

Kata logaritma berasal dari kata logos (perbandingan) dan arithmos (bilangan).
Sebelumnya, ia menyebutnya dengan “artifisial numbers” (bilangan buatan). Perhatikan
bahwa logaritma Napier tidaklah sama dengan logaritma yang kita gunakan sekarang.

Sebagai misal, bila logaritma modern menyatakan log ab = log a + log b atau ab = 10log a + log
b maka Logaritma Napier menyatakan N1.N2/107 = 107. (1 – 10–7 )L1 + L2 . Jadi, logaritma dari
Napier untuk penjumlahan tidak menyatakan N1.N2 melainkan N1N2/107 . Logaritma Napier
dapat kita dekati menjadi logaritma modern, bila bilangan logaritma dan bilangan N kita bagi
dengan 107. Maka akan kita peroleh logaritma modern, tetapi dengan basis mendekati 1/e .

Sedikit berbeda dengan logaritma Napier, Logaritma Bürgi memiliki bentuk N =
108(1 + 10 – 4 )L , dengan tabel dinyatakan dalam bentuk 10L. Burgi menyebut bilangan L
sebagai bilangan “merah” (“red” numbers) dan bilangan N sebagai bilangan “hitam”
(“black” numbers).

Henry Briggs (1561-1631), seorang profesor geometri di Oxford, mendiskusikan masalah
logaritma bersama Napier dan menyarankan metodenya sendiri. Ia melihat, seharusnya log(1) = 0 dan
log(10) = 1. Briggs lalu membuat tabel logaritma dengan menggunakan syarat yang ia buat
tadi. Sehingga ia dapatkan log(101/2) = log(3,1622277) = 0,500000. Briggs lalu mempublikasi
tabel logaritma dari 1 hingga 1000 dalam Logarithmorum chilias prima (tahun 1617).

Tahun 1624, ia mempublikasikan lagi tabel dengan bilangan hingga 100.000 dalam Arithmetica logarithmica. Keduanya hingga ketelitian 14 desimal, tetapi tabel pertama mengandung beberapa entri yang tidak tepat. Dari buku tabel kedua itulah, mulai digunakan istilah “mantissa” dan “characteristic”.

0 comments:

Post a Comment